Seorang Perokok


Seorang Perokok - Di sebuah halte seorang pria sedang merokok. Saking ahlinya dalam merokok ketika menghembuskan asap rokok, Asapnya dapat dibentuk menjadi bulat/oval.

Tiba-tiba datang seseorang di sebelahnya yang juga sedang merokok, tetapi asapnya berbentuk love / hati. Dia heran dan bergumam dalam hati

"Wah kok bisa ya saya dari dulu perokok saja tidak bisa Seperti itu"

Bertanyalah si perokok 1.

Perokok 1 : "Eh mas, kok mas hebat banget ya merokok, asapnya bisa berbentuk love ?? Saya saja cuma bisa bentuk bulat"

Perokok 2 : " (sambil mengangkat bibir) Gue sumbing oon !!!!"

Kisah Abu Nawas Menjual Raja Menjadi Budak


Kisah Abu Nawas Menjual Raja Menjadi Budak - Kadangkala untuk menunjukkan sesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas tidak bisa hanya sekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya dengan mata kepala sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang hidup sengsara. Ada saja praktek jual beli budak.

Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjual Baginda Raja. Karena menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling patut untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau sekarang giliran Abu Nawas mengerjai Baginda Raja.

Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al Rasyid.

"Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka yang mulia."

"Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda langsung tertarik.

"Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang mulia." kata Abu Nawas meyakinkan.

"Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya." kata Baginda Raja tanpa rasa curiga sedikit pun.

"Tetapi Baginda ... " kata Abu Nawas sengaja tidak melanjutkan kalimatnya.

"Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.

"Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata Abu Nawas.

Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau bersedia menyamar sebagai rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.

Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat menuju ke sebuah hutan.

Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon yang rindang dan memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara itu Abu Nawas menemui seorang badui yang pekerjaannya menjual budak. 

Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk melihat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa sebenarnya calon budak itu adalah teman dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak tega menjualnya di depan mata. Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok. 

Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu.

Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang budak menghampirinya. la belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain di situ.

"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada pedagang budak.

"Aku adalah tuanmu sekarang." kata pedagang budak itu agak kasar.

Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid dalam pakaian yang amat sederhana.

"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam.

"Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya." kata pedagang budak dengan kasar.

"Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" kata Baginda makin murka.

"Ya!" bentak pedagang budak.

"Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?" tanya Baginda geram.

"Tidak dan itu tidak perlu." kata pedagang budak seenaknya. Lalu ia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu.

Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga memandangnya saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.

"Ayo kerjakan!"

Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa aneh.

"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali !"

Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. la mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si badui.

"Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga." gumam Sultan Harun Al Rasyid.

Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama menjadi marah. la merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh.

"Hai badui! Cukup semua ini aku tak tahan."

"Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!" kata badui itu sembari memukul baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang, ia menjerit keras saat dipukul kayu.

"Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid." kata Baginda sambil menunjukkan tanda kerajaannya.

Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja.

la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Baginda Raja mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu.

Tetapi kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.

Cerita Gus Dur Soal Naik Kereta Api


Cerita Gus Dur Soal Naik Kereta Api - Debat kereta.

Setelah mendapat larangan dari dokternya untuk tidak melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang, Gus Dur kemudian nekat untuk berpergian jauh menggunakan kereta api.

“Anda mau pergi naik kerata api Gus? Memangnya Anda pikir bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?” ledek si dokter.

“Anda jangan meremehkan, kereta itu cepet banget loh!” jawab mantan Presiden RI ke-4 itu.

“Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat terbang?” tanya dokter.

“Oho.. Anda jangan salah. Semua kereta api bisa lebih cepat dari pesawat,” kilah pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 ini.

“Anda mimpi kali. Semua orang juga tahu kalau pesawat itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api,” cecar sang dokter.

“Wah, Anda salah. Memang sekarang ini pesawat lebih cepat. Tapi itu karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari. Wuiih.. pasti bakalan jauh lebih cepat dari pesawat,” jawab Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter.

Siapa Yang Paling Berani


Siapa Yang Paling Berani - Di atas geladak kapal perang US Army tiga pemimpin negara sedang “berdiskusi” tentang prajurit siapa yang paling berani. Eh kebetulan di sekitar kapal ada hiu-hiu yang sedang kelaparan lagi berenang mencari makan …

Bill Clinton : Kalau Anda tahu … prajurit kami adalah yang terberani di seluruh dunia Mayor .. sini deh … coba kamu berenang keliling ini kapal sepuluh kali.

Mayor : (walau tahu ada hiu) siap pak, demia “The Star Spangled Banner” saya siap ,,, (akhirnya dia terjun dan mengelilingi kapal 10 kali sambil dikejar hiu).

Mayor : (naik kapal dan menghadap) Selesai pak!!! Long Live America!!

Clinton : Hebat kamu, kembali ke pasukan!

Koizumi : (tak mau ketinggal, dia panggil sang sersan) Sersan! Menghadap sebentar (sang Sersan datang) … coba kamu keliling kapal ini sebanyak 50 kali … !

Sersan : (melihat ada hiu … glek … tapi) for the queen I’am ready to serve!!! (pekik sang sersan, kemudian membuka-buka baju lalu terjun ke laut dan berenang keliling 50 kali … dan dikejar hiu juga).

Sersan : (menghadap sang perdana menteri) GOD save the queen!!!

Koizumi : Hebat kamu … kembali ke tempat … Anda lihat Pak Clinton … Prajurit saya lebih berani dari prajurit Anda … (tersenyum dengan hebat …)

Gus Dur : Kopral ke sini kamu … (setelah dayang …) saya perintahkan kamu untuk terjun ke laut lalu berenang mengelilingi kapal perang ini sebanyak 100 kali … ok?

Kopral : Hah … Anda gila yah …! Presiden nggak punya otak … nyuruh berenang bersama hiu … kurang ajar!!! (sang Kopral pun pergi meninggalkan sang presiden …)

Gus Dur : (Dengan sangat bangga) Anda lihat Pak Clinton dan Pak … Cumi Cumi … kira-kira siapa yang punya prajurit yang paling BERANI!!! … Hidup Indonesia … !!!

Video Anak Mandi Di Kolam


Video Anak Mandi Di Kolam - Kalo cuaca panas paling enak mandi di kolam renang, bikin suasana makin segar ... tapi gak juga kayak gini kali ...

Video Goyang Dumang Gokil Abis



Video Goyang Dumang Gokil Abis - Asyiknya Joget joget bikin kepala sehat dan ngakak, check it. Jangan lakukan di rumah tanpa ada pengawasan ...

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila


Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menu rut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
  • Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  • Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  • Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  • Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  • Berani membela kebenaran dan keadilan.
  • Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dan seluruh umat manusia.
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
  • Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila di perlu kan.
  • Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  • Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  • Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  • Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  • Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  • Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kecludukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  • Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  • Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapal sebagai hasil musyawarah.
  • Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  • Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  • Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  • Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
  • Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  • Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Menghormati hak orang lain.
  • Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri send in. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  • Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  • Suka bekerja keras.
  • Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  • Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Rumusan Pancasila


Rumusan Rumusan Pancasila - Pancasila sebagai dasar negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.

Namun di balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. 

Artikel ini ditulis sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini Iebih bersifat suatu “perbandingan” (bukan “pertandingan”) antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.

Dan kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Deknit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.

1. RUMUSAN 1 : Mr. Moh. Yamin

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei—1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945, Moh. Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

(a) Rumusan pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Moh. Yamin mengemukakan lima calon dasar negara, yaitu:
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Kemanusiaan
(3) Peri ke-Tuhanan
(4) Peri Kerakyatan
(5) Kesejahteraan Rakyat

(b) Rumusan tertulis
Selain usulan lisan Moh. Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Moh. Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
(3) Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2. RUMUSAN II : Dr. Soepomo

Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo pun menyampaikan rumusan dasar negaranya, yaitu:
(1) Persatuan
(2) Kekeluargaan
(3) Keseimbangan lahir dan batin
(4) Musyawarah
(5) Keadilan rakyat

3. RUMUSAN Ill : Ir. Soekarno

Selain Moh. Yamin dan Soepomo, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di antaranya adalah Soekarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno

Sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengernukakan dan menggunakan istilah "Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar pada rurnusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Moh. Yamin) yang duduk di sebelah Soekarno. OIeh karena itu rumusan Soekamo tersebut disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.

(a) Rumusan Pancasila
(1) Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme
(2) Internasionalisme atau perikemanusiaan
(3) Mufakat atau demokrasi
(4) Kesejahteraan sosial
(5) Ketuhanan

(b) Rurnusan Trisila
(1) Sosionasionalisme
(2) Sosiodeniokratis
(3) Ketuhanan

(c) Rumusan Ekasila
(1) Ketuhanan

4. RUMUSAN IV : Piagam lakarta

Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni - 9 Juli 1945, 9 orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul angota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggola BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "panitia Sembilan”).

Persetujuan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Moh. Yamin. 

Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat pada dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan proklamasi (declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para “Pendiri Bangsa"

(a) Rumusan kalimat
".. dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

(b) Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“... dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk - pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

(c) Rumusan dengan penomoran (utuh)
(1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya
(2) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5) Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

(d) Rumusan populer
(1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Persatuan Indonesia
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

5. RUMUSAN V : BPUPKI

Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10 - 17 Juli 1945, dokumen "Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan l4 JuIi 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dan paragraf 1 - 3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dan paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). 

Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata "serta" dalam sub-anak kalimat terakhir. 

Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.

(a) Rumusan kalimat
“... dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

(b) Rumusan dengan penomoran (utuh)
(1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk pemeluknya
(2) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5) Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

6. RUMUSAN VI : PPKI

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dan kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan.

Tanggal 18 Agustus 1945 dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

(a) Rumusan kalimat
“... dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

(b) Rumusan dengan penomoran (utuh)
(1) ke-Tuhanan Yang Maha Esa
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5) Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

7. RUMUSAN VII : Konstitusi RIS

Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesia semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. 

Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dan RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. 

Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.

(a) Rumusan kalimat
"...berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”

(b) Rumusan dengan penomoran (utuh)
(1) ke-Tuhanan Yang Maha Esa
(2) perikemanusiaan
(3) kebangsaan
(4) kerakyatan
(5) dan keadilan sosial

8. RUMUSAN VIII : UUD Sementara

Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dan Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

(a) Rumusan kalimat
“..., berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, ...“

(b) Rumusan dengan penomoran (utuh)
(1) ke-Tuhanan Yang Maha Esa
(2) perikemanusiaan
(3) kebangsaan
(4) kerakyatan
(5) dan keadilan sosial

9. RUMUSAN IX : UUD 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil Iangkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara.

Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan. Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, di antaranya :
  • Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. 11/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasia sebagai Dasar Negara, dan
  • Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

(a) Rumusan kalimat
“... dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

(b) Rumusan dengan penomoran (utuh)
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

10. RUMUSAN X : Versi Berbeda

Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial

11. RUMUSAN XI : Versi Populer

Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara, Rumusan mi pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.

Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa).
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Wawasan Nusantara


Warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Sehingga warga Negara memiliki hubungan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara Indonesia agar warga Negara mampu mengerti mana yang hak – hak nya sebagi warga Indonesia dan mana kewajibannya sebagi insan Indonesia. Hak – hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945.

HAK DAN KEWAJIBAN

Pengertian Hak dan Kewajiban

Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contoh dari hak adalah :
  1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum;
  2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak;
  3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan;
  4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai;
  5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran;
  6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh; dan
  7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.

Kewajiban adalah sesuatu yg dilakukan dengan tanggung jawab. Contoh dari kewajiban adalah :
  1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh;
  2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda);
  3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya;
  4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia;dan 
  5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

Siapakah yang berhak menjadi warga Negara Indonesia

Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara . ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut :
  1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga Negara
  2. Penduduk ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
  3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Asas-asas yang dipakai dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia meliputi :
  • Asas Ius Sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarakan keturunan bukan negara tempat kelahiran
  • Asas Ius Soli scera terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan berdasarakan negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
  • Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang
  • Asas kewaraganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia

Didalam UUD 1945 telah ditetapkan hak dan kewajiban warga Negara, mencakup pasal-pasal sebagai berikut :

A. Hak warga Negara Indonesia
  • pasal 27 ayat 1 menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan.
  • Pasal 27 ayat 2 menetapkan hak warganegara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  • Pasal 27 ayat 3 dalam perubahan kedua UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
  • Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warganegara warganegara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
  • Pasal 29 ayat 2 menyebutkan adanya kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya.
  • Pasal 30 ayat 1 dalam perubahan kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban wagranegara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.
  • Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa tiap-tiap wargadegara berhak mendapat pengajaran.

B. Kewajiban warganegara Indonesia
  • pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
  • pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan “setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”
  • pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahan dan keamanan negara ”

WAWASAN NUSANTARA

Istilah wawasan berasal dari kata “wawas” yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan indrawi. “Wawasan” berarti cara pandang, cara tinjau atau cara melihat. Sedangkan nusantara berasal dari kata “nusa” yang berarti pulau-pulau, dan “antara” yang berarti diapit diantara dua hal. Wawasan Nusantara mempunyai arti  cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan pancasilan dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan manusia dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya.
Unsur-unsur dasar wawasan nusantara antara lain :

1. Wadah


a. Wujud wilayah

Dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan didalamnya.

b. Tata inti organisasi
Didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan warganegara, kekuasaan pemerintahan, sistem pemerintahan dan sistem perwakilan

c. Tata kelengkapan organisasi
Kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur Negara.

2. Isi wawasan nusantara

Isi wawasan nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu, utuh menyeluruh.

3. Tata laku wawasan nusantara mencakup dua segi :
a. Batiniah
Sikap mental bangsa yang meliputi cipta, rasa dan karsa.

b. Lahiriah
Kekuatan yang utuh : perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian.

Kesimpulan

1. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.

2. Kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.

3. Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yang termasuk warga Negara Republik Indonesia. Pasal ini dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga Negara Indonesia adalah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang – orang bangsa lain

4. Hak warga negara Indonesia
  • Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
  • Hak membela negara
  • Hak bependapat
  • Hak kemerdekaan memeluk agama
  • Hak untuk mendapatkan pengajaran
  • Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional
  • Hak ekonomi
  • Hak untuk mendapatkan jaminan keadilan sosial

5. Kewajiban warga negara Indonesia
  • Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan
  • Kewajiban membela negara
  • Kewajiban dalam usaha pertahanan negara

6. Wawasan nusantara mengajarkan bagaimana pemtingnya membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan Negara dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

7. Wawasan nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan kehidupannya serta rambu-rambu dalam perjuangan mengisi kemerdekaannya.

Upaya Pemajuan Penghormatan Dan Penegakan Hak Asasi Manusia


PENGERTIAN HAM

Hak Asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, adalah adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM meliputi :
  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
  1. Pembunuhan;
  2. Pemusnahan;
  3. Perbudakan;
  4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. Penyiksaan;
  7. Perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. Penghilangan orang secara paksa; atau
  10. Pejahatan apartheid.

PENJELASAN PASAL 7, 8, 9 UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Manusia di anugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku dan perbuatannya. Selain itu, untuk mengimbangi kebebasan  tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak diingkari ataupun dilanggar. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari harkat dan martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara mengemban kewajiban untuk melindungi dan menegakan hak asasi manusia. Ini berarti bahwa hak asasi tersebut harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di negara kita pengakuan terhadap hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiawai keseluruhan pasal-pasalnya dalam batang tubuh, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warganegara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan, dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama  dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, dan sebagainya.

PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA

Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) selalu seiring dengan sejarah perjuangan manusia dalam mempertahankan kemerdekaan dan hak-haknya. Timnbulnya kesadaran untuk menegakkan dan meningkatkan hak asasi manusia sendiri disebabkan adanya tantangan-tantangan untuk mengatasi ketidakadilan, penjajahan, perbudakan serta kejaliman para penguasa. Dalam menuntaskan ketidakadilan dan kezaliman para penguasa, banyak negara yang membuat pernyataan tentang hak asasi manusia dalam pigan atau deklarasi internasional.

Deklarasi internasional Hak Asasi Manusia, antara lain:
  1. Magna Charta (Piagam Agung), 1215.
  2. Hobeas Corpus Act, 1676.
  3. Bill of Rights (Undang-undang hak), 1689.
  4. Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaan Rakyat Amerika), 4 juli 1776.
  5. Declaration des Droits de L’Homme et du Citoyen (Pernyataan Hak-hak Asasi Manusia dan warga Negara, 14 juli 1789.
  6. Right Self Determination, Januari 1918.
  7. The Four Freedom (Empat Kebebasan), 1941.
  8. 8The Universal Declaration of Human Rights, 10 Desember 1948.

Dengan demikian, secara umum di dunia internasional pembidangan Hak Asasi Manusia mencakup hak-hak sipil dan hak-hak politik (generasi I), hak-hak bidang ekonomi, sosial dan budaya (generasi II) serta hak-hak atas pembangunan (generasi III). Hak-hak tersebut bersifat individual dan kolektif.

§  Hak-hak Sipil dan Politik (Generasi I)

Hak-hak bidang sipil mencakup, antara lain :
  • Hak untuk menentukan nasib sendiri
  • Hak untuk hidup
  • Hak untuk tidak dihukum mati
  • Hak untuk tidak disiksa
  • Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang
  • Hak atas peradilan yang adil

Hak-hak bidang politik, antara lain :
  • Hak untuk menyampaikan pendapat
  • Hak untuk berkumpul dan berserikat
  • Hak untuk mendapat persamaan perlakuan di depan hukum
  • Hak untuk memilih dan dipilih

§  Hak-hak Sosial, Ekonomi dan Budaya (Generasi II)

Hak-hak bidang sosial dan ekonomi, antara lain :
  • Hak untuk bekerja
  • Hak untuk mendapat upah yang sama
  • Hak untuk tidak dipaksa bekerja
  • Hak untuk cuti
  • Hak atas makanan
  • Hak atas perumahan
  • Hak atas kesehatan
  • Hak atas pendidikan

Hak-hak bidang budaya, antara lain :
  • Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
  • Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
  • Hak untuk memeproleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)

§  Hak Pembangunan (Generasi III)

Hak-hak bidang pembangunan, antara lain :
  • Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
  • Hak untuk memperoleh perumahan yang layak
  • Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai

PENGGOLONGAN / MACAM-MACAM HAK ASASI MANUSIA

Menurut sifatnya hak asasi manusia digolongkan sebagai berikut :

1. Hak asai pribadi (personal rights), yaitu hak-hak pribadi yang dimiliki setiap orang seperti hak untuk hidup, memeluk agama, kebebasan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan berorganisasi atau berserikat.

2. Hak asasi ekonomi (property rights), yaitu hak-hak ekonomi yang dimiliki oleh setiap orang, seperti hak untuk memiliki sesuatu barang (rumah, tanah, perlengkapan rumah tangga, dan lain-lain), hak membeli dan menjual, hak memanfaatkan barang milik pribadi, hak mengadakan suatu perjanjian atau kontrak, hak berusaha memperoleh penghidupan yang layak, dan sebagainya.

3. Hak asasi persAmaan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak-hak yang dimiliki setiap orang untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality), seperti hak untuk memperoleh perlindungan hukum, hak ikut serta dalam pemerintahan dan sebagainya.

4. Hak asasi politik (political rights), yaitu hak-hak yang dimiliki setiap orang di bidang politik, seperti hak memilih da dipilih dalam Pemilihan Umum, hak mendirikan partai politik, memasuki organisasi sosial politik, serta hak mengajukan petisi dan kritik atau saran.

5. Hak asasi sosial budaya (social culture rights), yaitu hak-hak yang dimiliki setiap orang di bidang kehidupan sosial budaya, seperti hak memperoleh pendidikan, hak memperoleh pelayanan sosial, hak memperoleh pelayanan kesehatan, kebebasan bergaul dalam masyarakat, kebebasan berhasil karya, dan hak mengembangkan kebudayaan yang disukai.

6. Hak asasi di bidang prosedur hukum (procedure rights), yaitu hak-hak yang dimiliki setiap orang untuk mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan tata cara peradilan dan perlindungan hukum, seperti dalam tata cara penangkapan, penyelidikan, penggeledahan, pembelaan hukum, dan sebagainya.

HAK ASASI MANUSIA INDONESIA

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, seak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan kita sudah menuntut dihormatinya hak asasi manusia. Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia dalam melawan penjajahan yaitu sebagai berikut :

1) Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, yang diwarnai oleh timbulnya berbagai organisasi pergerakan kebangsaan yang menunjukan kebangkitan bangsa Indonesia dalam membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain.

2) Sumpah Pemuda 20 Oktober 1948, yang membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai satu bangsa yang bertanah ari satu dan menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

3) Proklamasi Kemederkaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia yang diikuti dengan penetapan Undnag-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dalam Pembukaannya mengamanatkan : “Bahwa kemerdekaan itu sesungguhnya ialah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas di dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”.

4) Konsep hak asasi manusia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam UUD 1945.

5) Dengan tekad pelaksanaan Undnag-Undang Dasar 1945 secara murni konsekuensi maka pada Sidang Umum MPRS tahun 1966 telah ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Reublik Indonesia Sementara Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyapkan Dokumen Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan hak-hak serta Kewajiban Negara. Berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja Panitia Ad Hoc diterima untuk dibahas pada persidangan berikutnya. Namum pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 Rancangan Piagam tersebut tidak dibahas karena sidang lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi nasional G-30 S tahun 1965.

6) Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) berdasarkan Keputusan presiden RI Nomor 50 tahun 1993, yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat dan menunjukan besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap masalah penegakan hak asasi manusia.

7) Perumusan tentang hak asasi manusia terwujud dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat  Republik Indonesia tahun 1998 yang mencantumkannya dalam garis-garis besar Haluan Negara (GBHN).

HAK ASASI DALAM KONSTITUSI, UUD 1945 DAN PERUBAHANNYA

Dibandingkan dengan UUDS 1950, ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7 (tujuh) pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34, sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.

Meskipun di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Timbul pertanyaan bagaimana dapat menegakkan HAM kalau di dalam konstitusinya tidak diatur secara lengkap ? Memang di dalam UUD 1945 ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HAM relatif terbatas tetapi hal ini tidak akan menghambat penegakan HAM karena sudah diperlengkapi dengan Undang-undang lain, seperti UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Hak Asasi Manusia, UU Pengadilan HAM dan peraturan perundangan lainnya.

Sekalipun demikian, telah diusulkan juga untuk membuka kesempatan memasukkan pasal-pasal HAM ke dalam Konstitusi UUD 1945 melalui amandemen. Upaya amandemen terhadap UUD 1945 ini telah melalui 2 tahapan usulan. Usulan draft amandemen Undang-undang Dasar 1945 yang kedua tanggal 18 Agustus 2000 telah menambahkan satu bab khusus yaitu Bab X-A tentang Hak Asasi Manusia mulai pasal 28 A sampai dengan 28 J. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur mengani hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Adapun Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Bab X A Undang-undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
  1. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A).
  2. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1).
  3. Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2).
  4. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1).
  5. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1).
  6. Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2).
  7. Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1).
  8. Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3).
  9. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3).
  10. Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4).
  11. Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1).
  12. Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1).
  13. Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1).
  14. Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1).
  15. Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2).
  16. Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3).
  17. Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F).
  18. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1).
  19. Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Psl 28 G ayat 1)
  20. Hak untuk bebas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2).
  21. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1).
  22. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1).
  23. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2).
  24. Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3).
  25. Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4).
  26. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1).
  27. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2).
  28. Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3).

HAK ASASI MANUSIA DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999

Dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia.

Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.

Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari :
  1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
  2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.
  3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
  4. Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif  oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
  5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggaldi wilayah Republik Indonesia.
  6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  7. Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
  8. Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.
  9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Disamping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
  10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, kelaurga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Sejarah Demokrasi Parlementer


Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pengalaman tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer.

Dari ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah demokrasi parlemeter yang dimulai sejak tanggal 14 November 1945 sampai dengan  5 Juli 1959.

Melihat demokrasi parlementer yang menjadi tonggak awal pelaksanaan demokrasi di Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi penerus Indonesia mengenal bagaimana proses permulaan dan lika-liku yang mewarnai perjalanan demokrasi kita. Kali ini admin akan menjabarkan pelaksanaan masa-masa pasca revolusi kemerdekaan (1945-1959) atau demokrasi parlementer.

Dengan adanya pengetahuan sejarah yang baik, maka diharapkan dapat menghantarkan kita menemukan jati diri untuk menentukan demokrasi yang pas untuk diterapkan di Indonesia. Dari sejarah itu pula kita bisa memetik pengalaman yang berharga guna menentukan arah demokrasi Indonesia di masa yang akan datang.

Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945 dan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara, pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca proklamasi adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa.

Salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan mempertahankan kemerdekaan bangsa yang telah lama diraih oleh pejuang-pejuang bangsa. Cara mempertahankannya sendiri adalah diantaranya dengan mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam penentuan sistem pemerintahan yang baik, yang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan belajar dari sejarah, kita dapat memetik ilmu serta dapat menganalisis baik buruknya dampak yang ditimbulkan dari berbagai pelaksanaan demokrasi yang berbeda-beda di Indonesia.

Menurut sejarahnya, bangsa indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap fase demokrasi. Namun, untuk pembahasan kali ini admin akan mengkhususkan pembahasan mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer 1945 – 1959.

Sebelum menginjak ke pembahasan selanjutnya, terlebih dulu admin akan memaparkan mengenai pengertian dan ciri-ciri dari demokrasi parlementer itu sendiri.

Demokrasi Parlementer (liberal)

Demokrasi Parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai demokrasi parlementer karena pada saat itu berlangsung sistem pemerintahan parlementer dan berlaku UUD 1945 periode pertama, konstitusi RIS, dan UUDS 1950.

Ciri - ciri dari demokrasi parlementer

Berikut adalah beberapa ciri dari demokrasi parlementer :
  1. Kedudukan DPR lebih kuat atau lebih tinggi daripada pemerintah
  2. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/Dewan menteri dibawah pimpinan Perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
  3. Presiden hanya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dipegang Perdana Menteri.
  4. Program kebijakan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota parlemen
  5. Kedudukan kepala negara terpisah dari kepala pemerintahan, biasanya hanya berfungsi sebagai simbol negara
  6. Jika pemerintah dianggap  tidak mampu, maka anggota DPR dapat meminta mosi tidak percaya kepada parlemen untuk membubarkan pemerintah
  7. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas.

Secara garis besar, pelaksanaan demokrasi parlementer ini terbagi ke dalam tiga periode :
  1. Periode pertama pada kurun waktu 1945-1949, 
  2. Kedua pada kurun waktu 1949-1950, 
  3. Ketiga yakni dalam kurun waktu 1950-1959.

Mari kita ulas satu-persatu Demokrasi Parlementer yang telah terjadi di Indonesia

1. Pada masa pasca revolusi kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

Pada masa ini ternyata masih terbagi lagi ke dalam dua periode, yakni:
  1. 18 Agustus 1945-14 November 1945 dimana berlaku sistem pemerintahan presidensiil, dan
  2. 14 November 1945 - 27 Desember 1949 dimana berlaku sistem pemerintahan parlementer.

Tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pada awal-awal deklarasi kemerdekaan Indonesia, Indonesia menjalankan sistem presidensial dengan bentuk negara kesatuan yang berbentuk republik (sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UUD 1945) yang menyatakan bahwa Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.

Pada tanggal 23 Agustus 1945, Belanda dan negara sekutu mendarat di Indonesia. Negara lain bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca revolusi kemerdekaan. Sementara lain halnya dengan Belanda yang bermaksud untuk kembali menguasai Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia menghadapi berbagai rongrongan untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Padahal pada masa ini terdapat indikasi dan keinginan kuat dari para pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokratis. Namun karena Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan maka belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan demokratis sesuai dengan UUD 1945.

Akhirnya dalam perjalanannya terjadilah berbagai penyimpangan-penyimpangan. Contohnya saja beberapa bulan setelah Proklamasi kemerdekaan adanya kesempatan besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculah partai-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem politik multipartai.

Pada zaman awal kemerdekaan ini, partai politik tumbuh menjamur dengan berbagai haluan ideologi politik yang berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya Maklumat Pemerintah Republik Indonesia 3 November 1945 yang berisi anjuran mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan. Akhirnya secara resmi muncul 10 partai politik. Bukan hanya itu, tetapi penyimpangan konstitusional juga sempat terjadi dengan berubahnya sistem kabinet presidensiil menjadi sistem kabinet parlementer atas usul badan pekerja KNIP yakni pada tanggal 11 November 1945.

Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer berdasarkan asas-asas demokrasi liberal yang di pimpin oleh perdana mentri Syahrir. Dalam kabinet ini mentri-mentri tidak lagi menjadi pembantu dan bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP.

Disamping itu, KNIP menjadi lembaga yang menjadi cikal bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 yang memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan bersama-sama dengan Presiden berfungsi menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini dilakukan karena MPR dan DPR belum terbentuk.

Bagi bangsa Indonesia, hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Sebagai konsekuensinya, banyak perlawanan-perlawanan dari rakyat kepada tentara sekutu dan NICA dimana-mana. Terbukti dengan adanya pertempuran di Bandung, Surabaya, dan tempat-tempat lain yang mereka datangi.

Munculnya perlawanan-perlawanan sengit tersebut memaksa Belanda melakukan perundingan dan perjanjian dengan Indonesia. Akhirnya setelah melalui perjuangan panjang, Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia dengan disetujuinya perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana Dam, Amsterdam.

Namun, bangsa Indonesia harus menerima berdirinya negara yang tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi dan kehendak UUD 1945, sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan konstitusi RIS.

Kurun waktu kedua (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)

Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-1949). Dalam sistem parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).

RIS intinya terdiri dari negara-negara bagian dan kesatuan kenegaraan. Berubahnya NKRI menjadi negara RIS merupakan konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.

Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu:
  • Indonesia merupakan Negara bagian RIS
  • Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa
  • Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya
  • RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda
  • Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.

Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, Kekuasaan negara terbagi dalam 6 lembaga negara (alat-alat kelengkapan federal RIS) yakni sebagai berikut:
  • Badan Eksekutif yakni Presiden dan Menteri-menteri
  • Badan Legislatif yang dibagi menjadi dua bagian yakni Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, dan,
  • Badan Yudikatif terdiri dari Dewan Pengawas Keuangan dan MA.

Rancangan konstitusi RIS pada saat itu berada di bawah pengawasan PBB, dengan menetapkan :

1) Menentukan negara yang berbentuk serikat (federalistis) yang dibagi dalam 16 daerah bagian, yakni :
  1. Negara Republik Indonesia
  2. Negara Indonesia Timur
  3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
  4. Negara Jawa Timur
  5. Negara Madura
  6. Negara Sumatera Timur
  7. Negara Sumatera Selatan

Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu :
  1. Jawa Tengah
  2. Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
  3. Dayak Besar
  4. Daerah Banjar
  5. Kalimantan Tenggara
  6. Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
  7. Bangka
  8. Belitung
  9. Riau

2) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan yang liberalistis atau pemerintahan yang berdasarkan demokrasi parlementer.

3) Mukaddimah konstitusi RIS telah menghapuskan semangat jiwa, maupun isi pembukaan UUD proklamasi.

Sebenarnya dari awal tidak seluruh rakyat setuju terhadap pemberlakuan sistem pemerintahan parlementer yang menggunakan konstitusi RIS, namun keadaanlah yang memaksa demikian. Banyak aturan di dalam konstitusi tersebut yang menyimpang dari isi jiwa dan cita-cita bangsa Indonesia.

Selain itu, dasar pembentukannya juga sangat lemah dan tidak didukung oleh suatu ideologi yang kuat dan satu tujuan kenegaraan yang jelas Oleh karena tidak mendapatkan dukungan rakyat terhadap sistem pemerintahan ini, akhirnya dalam waktu singkat RIS mulai goyah. Sistem federal seperti apapun juga telah dianggap rakyat sebagai alat Belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia agar Belanda dapat berkuasa di Indonesia, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.

C. Kurun waktu ketiga (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)

Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan berdasarkan UUD Sementara 1950.

Menurut UUD ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam kabinet parlementar, para menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh karena itu, jatuh bangunnya kabinet sangat tergantung pada parlemen.

Hal ini menyebabkan ketidakstabilan politik, terbukti dengan adanya perpecahan daerah, pertentangan antar partai, bahkan pemberontakan di daerah-daerah seperti pemberontakan DI/TII di berbagai kota, pemberontakan APRA, pemberontakan RMS, pemberontakan PPRI dan Permesta yang tidak dapat dielakkan lagi. Masalah sering terjadinya pergantian kabinet pun tak urung menjadi salah satu penyebab kekacauan yang ada.

Dalam sejarahnya saja sudah tercatat dalam kurun waktu sekitar 9 tahun Indonesia telah berganti kabinet sebanyak 7 kali. Kabinet-kabinet tersebut diantaranya :

1. Kabinet Natsir  (7 September 1950-21 Maret 1951)

Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi.

Program kerja :
a. Menggaitkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
d. Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat.
e. Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.
f. Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
g. Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
h. Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat

2. Kabinet Soekiman  (27 April 1951-23 Februari 1952)

Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Dipimpin oleh Soekiman Wiryosanjoyo.

Program kerja :
a. Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara.
b. Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
c. Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelenggarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah
d. Menyampaikan Undang-Undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh
e. Menyelenggarakan politik luar negeri bebas aktif
f. Memasukkan Irian Barat ke wilayah RI secepatnya

3. Kabinet Wilopo  (3 April 1952-3 Juni 1953)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya.Dipimpin oleh Mr. Wilopo.

Program kerja :
a. Mempersiapkan pemilu
b. Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI
c. Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
d. Perbaharui bidang pendidikan dan pengajaran
e. Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo  ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )

Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamijoyo.

Program kerja :
a. Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
b. Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
c. Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
d. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
e. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
f. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
g. Penyelesaian Pertikaian politik

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.

Program kerja :
a. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
b. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.
c. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
d. Perjuangan pengembalian Irian Barat.
e. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.

Program kerjanya disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun, yaitu :
a. Menyelesaikan pembatalan KMB
b. Pembentukan provinsi Irian Barat
c. Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
d. Perjuangan pengembalian Irian Barat
e. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota anggota DPRD.
f. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
g. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
h. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
i. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif
j. Melaksanakan keputusan KAA.

7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan politik.

Dipimpin oleh Ir. Juanda.

Program kerjanya disebut Panca Karya (Kabinet Karya), yaitu :
a. Membentuk dewan nasional
b. Normalisasi keadaan RI
c. Melanjutkan pembatalan KMB
d. Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
e. Mempercepat pembangunan

Ternyata dengan adanya kinerja kabinet yang berbeda-beda ini telah memunculkan pertentangan dari perlemen karena konstituantenya gagal membentuk undang-undang. Konsekuensi dari kejadian kabinet yang berulang-ulang tersebut adalah munculnya tuntutan rakyat untuk segera dilakukan pemilihan umum, tujuannya adalah untuk menjembatani aspirasi rakyat yang belum tersalurkan oleh wakil dari partai-partai yang ada, serta diharapkan dapat mengakhiri ketidakstabilan politik. Akhirnya pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo I diselenggarakan pemilihan umum.
Pemilu I, tanggal 29 Desember 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR).
Pemilu II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante.

Pada saat Indonesia menganut Demokrasi Parlementer dengan sistem multi partai, banyak sekali bermunculan partai politik. Buktinya pemilu pertama dalam sejarah Republik Indonesia pada tahun 1955 berdasarkan UU No. 7 tahun 1953 diikuti oleh 28 parpol yaitu : diantaranya Perti, Parkindo, Partai Katolik, PSI, PSII, Murba, dan IPKI dan yang lain partai gurem (partai kecil) dan beberapa partai dominan lainnya yakni : Masyumi, PNI, NU dan PKI.

Alasan mengapa empat partai tersebut menjadi partai dominan adalah karena :
  • PNI merupakan partai politik tertua yang terbentuk sebelum Indonesia merdeka, dan ikut berperan dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah. Oleh karena itu partai ini telah mempunyai basis masa yang kuat.
  • Masyumi dan Nahdatul ulama adalah partai politik yang berlandaskan agama islam. Karena Indonesia mempunyai jumlah penduduk muslim yang besar maka basis masa dari kedua partai politik ini juga kuat.
  • PKI dekat dengan orang-orang pemerintahan diantaranya Ir. Soekarno. Dan PKI juga membentuk beberapa perkumpulan dibawah naungannya diantaranya serikat buruh, Gerakan Wanita Indonesia.

Tanpa kita sadari, ternyata masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer yang berujung pada sistem partai politik yang multipartai.

Berikut dampak positif dan negatif adanya multipartai.

Dampak Positif :
  • Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia.
  • Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar, karena wewenang pemerintah di pegang oleh partai yang berkuasa
  • Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pemerintahan.

Dampak Negatif :
  • Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompok sendiri, bukan banyak rakyat.
  • Ada kecenderungsn persaingan tidak sehat, baik dalam parlemen maupun kabinet yang berupa saling menjatuhkan.

Walaupun pemilu dapat berlangsung dengan aman, lancar dan tertib, tetapi keadaan politik dan keamanaan belum stabil, hal ini di sebabkan oleh :

a. Badan kontituante gagal menyusun UUD.

Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik.

b. Sering terjadi pertentangan antar politik.

Rapuhnya Koalisi antar partai sehingga sering terjadi pergolakan politik di parlemen.

c. Anggota DPR hasil pemilu belum dapat memenuhi harapan rakyat.

Peranan partai politik pada masa tersebut sudah menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak kondusif. Dimana setiap partai hanya mementingkan kepentingan partai sendiri tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa.

d. Partai politik hanya mempertahankan keyakinan partainya.

Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri.

e. Kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.

Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ini membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950, serta pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat. Dekrit presiden 5 Juli 1959 ini menjadi akhir dari sistem demokrasi parlementer dan mengawali sistem pemerintahan pada demokrasi terpimpin.

Kesimpulan

Demokrasi awal yang diberlakukan di Indonesia adalah demokrasi parlementer dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan parlemen. Demokrasi ini berlaku sejak kurun waktu 1945-1959 (yakni bermula dari pasca kemerdekaan Indonesia sampai dengan munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959).

Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami pergantian kabinet selama 7 kali. Hal itu disebabkan karena ketidakmampuan konstituante untuk membentuk undang-undang serta adanya konflik antar parpol.

Selain itu, pada masa demokrasi ini pernah menerapkan UUD 1945, UU RIS, dan juga UUDS 1950. Mulanya demokrasi ini disetujui oleh bangsa Indonesia karena merujuk ke demokrasi liberal dimana kebebasan rakyat lebih diakui, terbukti dengan sistem multipartai dan menjamurnya parpol yang ikut andil dalam kursi pemilu tahun 1955.

Namun, ternyata dalam perjalanannya demokrasi ini tidak cocok diterapkan di Indonesia karena menimbulkan banyak penyimpangan, pergolakan, perpecahan, bahkan pemberontakan yang terjadi dimana-mana. Akhirnya muncullah dekrit presiden dari Soekarno yang menyatakan bahwa Indonesia kembali ke konstitusi UUD 1945 dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensiil. Hal ini menandai berakhirnya demokrasi parlementer yang beralih ke demokrasi terpimpin.

Sejarah merupakan acuan yang menjadi pijakan untuk menuju ke masa depan yang lebih gemilang. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah selayaknya kita harus berupaya untuk mengisi kemerdekaan bangsa dengan cara mempertahankannya. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi Indonesia. Hal ini menjadi penting manakala dijadikan referensi untuk membentuk sistem pemerintahan yang lebih baik melalui hikmah dan pelajaran yang didapatkan dari sejarah itu sendiri.